Filosofi drainasi air hujan di Indonesia adalah membuangnya sebanyak
mungkin ke laut untuk mencegah banjir. Air hujan jatuh ke tanah,
dialirkan ke saluran dranasi. Saluran drainasi akan bermuara ke sungai.
Lalu air sungai ini akan mengalir ke laut.
Pembuangan air ke sungai dan laut selain menyebabkan banjir, juga
memboroskan potensi air hujan untuk menambah cadangan air tanah. Banjir Kanal
Sejak jaman Belanda, filosofi membuang air hujan ke laut ini berlaku
dengan rencana pembangunan banjir kanal barat dan timur. Air banjir akan
dialirkan ke laut dengan menghindari wilayah pusat kota. Untuk itu
dibangun kanal yang berada di luar wilayah Jakarta.
Ada 2 masalah besar dalam pembangunan kanal ini, yaitu:
(i) biaya
konstruksi yang mahal,
(ii) bahaya banjir besar di hilir.
Pembangunan banjir kanal akan sangat mahal. Saluran yang akan dibangun
panjang sekali. Selain itu, Jakarta dan wilayah sekitarnya sudah sangat
padat, maka pembebasan tanah untuk pembangunan kanal akan menjadi
masalah besar.
Dan hal yang paling berbahaya dari pembangunan banjir kanal ini adalah
karena kanal ini menghubungkan aliran air di hulu dengan air laut di
hilir. Ketika debit banjir dari hulu bertemu pasang air laut tertinggi
di hilir, maka pertemuan kedua volume air ini akan menghasilkan tsunami
banjir di daerah hilir.
Mungkin ada argumen, pemakaian pintu air yang membatasi air laut dengan
air dari kanal.
Untuk menutup air dari arah laut, maka harus dibangun tanggul sepanjang
pantai. Sementara itu untuk menahan air banjir dari kanal, maka harus
dibangun tanggul yang tinggi pula. Konstruksi pintu air dan tanggul
raksasa ini pasti akan membutuhkan biaya yang sangat besar.
Jadi banjir kanal ini hanya bisa berfungsi dengan baik ketika air laut
dalam keadaan surut. Oleh karenanya selain tidak efektif mencegah banjir
dan mahal, banjir kanal ini juga sangat berbahaya bagi pemukiman di
daerah hilir Jakarta.
Solusi
Sudah waktunya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta termasuk juga Jawa Barat
merencanakan penanggulangan banjir dengan filosofi menangkap air hujan
dan memasukkan sebanyak mungkin ke dalam tanah.
Ada 2 aliran yang berpengaruh terhadap banjir di Jakarta, yaitu: (i)
debit air yang besar dari daerah hulu, (ii) sumbangan air dari daerah
aliran sungai (DAS).
Untuk mengurangi debit air di hulu, satu-satunya jalan adalah dengan
merehabilitasi hutan, sehingga air dapat ditahan di tanah hutan dan
debit air yang mengalir ke sungai menjadi lebih kecil. Ini adalah
tanggung jawab utama Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang menguasai
daerah hulu sungai.
Sumbangan limpasan air (run-off) dari wilayah DAS termasuk di daerah
pemukiman, bangunan gedung, jalan raya, juga harus diperkecil hingga
nol. Aliran sungai dengan debit banjir dari hulu jangan dibebani lagi
dengan tambahan air dari DAS. Hal ini seharusnya menjadi tanggung jawab
kedua pihak di Jawa Barat maupun Jakarta.
Keadaan sekarang di wilayah DAS adalah berkurangnya kemampuan alami
wilayah untuk menyerap air hujan ke dalam tanah (infiltrasi) akibat
pembangunan yang membabi buta. Keberadaan lahan-lahan untuk meyerap air
seperti waduk alam, lebak, sudah sangat berkurang. Jadi praktis hampir
semua limpasan air hujan akan mengalir ke arah sungai.
Memang ada program untuk menyerap air ke dalam tanah, yaitu dengan
konstruksi sumur resapan maupun biopori. Namun tidak semua bangunan
memilikinya. Dan ditambah lagi limpasan air dari wilayah non pemukiman
dan gedung memang tidak diprogram untuk masuk ke dalam tanah.
Untuk mengatasi limpasan air ini, yang perlu dilakukan adalah membuat
sumur resapan di titik-titik tertentu di dalam saluran drainasi sendiri.
Baik itu drainasi di tepi jalan raya, maupun drainasi di wilayah
pemukiman. Yang terpenting semua air hujan dipastikan dapat mengalir ke
dalam saluran drainasi terdekat. Air yang masuk ke dalam sumur resapan
di dalam drainasi akan mengurangi beban volume air sungai.
Memang yang harus diperhitungkan adalah kemampuan sumur resapan menyerap
beban air hujan. Volume air hujan dalam suatu daerah drainasi harus
mampu diserap dengan cepat oleh sejumlah sumur resapan. Penelitian harus
dilakukan untuk menemukan jenis konstruksi dan bahan yang paling
efektif untuk menyerap air.
Selain itu sumur resapan di dalam saluran drainasi memiliki keunggulan
dibandingkan banjir kanal. Sumur resapan di dalam drainasi tidak akan
terpengaruh dengan kondisi pasang tertinggi air laut.
Sumber : jakarta.tribunnews.com/2012/01/11/penanganan-banjir-jakarta-harus-libatkan-semua-stakeholders
erwinwirawan.blogspot.com/2009/02/penanganan-banjir-di-jakarta.html
Jejaring Sosial :: Pro-Kontra Situs salingsapa.com
Baru-baru ini banyak sekali dibicarakan mengenai situs jejaring sosial yang di buat oleh seorang anak yang masih duduk di ban...
No comments: